Memburu Beasiswa, Upaya Mengubah Nasib (2) :
“Bersekolah di Lhokseumawe”
oleh Asnawi Abdullah, London
Suatu ketika, secara tidak sengaja aku bertemu panitia pendaftaran SMA 1 Lhokseumawe yang bertugas di Loket 5 waktu pendaftaran minggu sebelumnya. Secara spontan aku berterima kasih kepadanya. Waduh, ternyata dia betul-betul membantu aku! Berarti dia tahu aku sebenarnya tidak bisa sekolah di SMA ini karena berbeda Rayon.
Aku bertanya-tanya, kenapa dia mengambil resiko dengan menerimaku? Dia melihat bahwa aku ini anak yang rajin, insya Allah, suatu hari dapat membanggakan SMA ini, begitu kira-kira penjelasannya.
Penjelasan dia, mempunyai daya dorong yang begitu tinggi dan aku harus lebih lebih rajin belajar lagi dan harus membalas kebaikan dia dengan mewujudkan harapannya. Kamipun merasa akrab dan aku tidak merasa sungkan untuk mengungkapkan permasalahan aku mengenai bagaimana cara meyakinkan orang tua dan mengenai permasalahan bea sekolah nantinya kalau aku jadi sekolah. Hal ini perlu saya beri tahukan ke dia, apabila minggu berikutnya aku tidak nongol di SMA ini untuk pendaftaran ulang, setidaknya dia tahu alasannya kenapa.
Alhamdulillah, dia mendengar dengan baik dan memberikan jalan keluar. Dia berjanji memperkenalkan aku dengan seseorang, yang kebetulan membutuhkan orang untuk mengajar mengaji anaknya. Kedua, tambahnya, dalam tradisi di SMA Negeri I Lhokseumawe, setiap juara satu biasanya mendapatkan beasiswa. Dua informasi ini, cukup membuat aku merasa yakin, aku akan bisa sekolah.
Sampai di rumah, orang tuaku sedang menerima tamu : tamu jauh, dari Lhokseumawe. Dari mana, tanya orang tuaku, "Dari Lhoksumawe, dan saya lulus dan diterima di SMA 1 Lhokseumawe, " jawabku. Tamu tersebut, secara spontan bilang, "Selamat ya, kan susah masuk di SMA 1. Sekarang, begini saja", katanya, "Kamu tinggal dirumah saya saja, sambil bantu-bantu apalah di rumah. Apa mau?” "Mau, mau, mau sekali", jawab aku tanpa pikir panjang.
Alhamdulillah, Ya, Allah, ini caranya Engkau memberikan kemudahan bagi hambamu ini? Aku bersyukur kepada-Mu. "Ya, saya mau”, jawab aku lagi. Yang penting saya bisa sekolah! Orang tua aku tidak bisa berkata banyak, pada waktu itu. Akhirnya ijab kabul serah terima anak berlangsung: sebuah tradisi orang di kampungku.
Tekat aku untuk juara semakin kuat, terutama didorong agar beasiswa. Aku sekolah sambil ngajar ngaji, mengajar privat anak-anak keturunan Cina untuk menutupi bea hidup di Lhokseumawe, terutama setelah pindah dari rumah saudaraku itu. Aku terpaksa harus pindah, karena saat itu aku mulai suka, naksir, sama anaknya. Dia begitu cantik, dan dia juga senang dan suka sama aku. Nah, hal ini aku tidak bisa biarkan, karena akan menganggu rencana dan cita-cita awal aku. Aku yakin, ini tidak baik buat dia dan buatku. Akhirnya, aku putuskan, aku pindah agar prestasi aku tetap baik. Alhamdulillah, aku bisa juara terus dan beasiswa Rp 50.000 per bulan bisa aku terima terus. Setelah tiga tahun, akhirnya, aku lulus dari SMA tersebut dengan nilai terbaik.
Masih begitu jelas aku ingat, begitu aku diumumkan lulus, orang pertama yang aku temui adalah Bapak yang bertugas di Loket 5 waktu pendaftaran masuk SMA tiga tahun yang lalu. Karena bantuannyalah aku bisa sekolah di SMA Negeri I Lhokseumawe. Aku datang ingin mengucapkan terimakasih banyak. Dia bangga, karena harapan dia bisa terwujud.
Malam harinya, aku pergi ke rumah wali kelas. Aku mau mengucapkan terimakasih banyak atas semua bantuannya selama ini. Dalam kesempatan itu, ibu wali kelasku menanyakan rencana aku selanjutnya, “Apa mau kuliah?” tanyanya. “Ada rencana, namun belum tahu bagaimana caranya. Orang tuaku tidak punya cukup duit,” keluhku. Dia memberitahukan, ada caranya. Menurutnya, tahun itu dibuka kembali USMU, sejenis PMDK tahun-tahun sebelumnya, undangan ke beberapa universitas. Kalau aku lulus di universitas terbaik, seperti UI, ITB, IPB, UGM, dia bisa membantu mencari beasiswa beberapa perusahan besar di Lhokseumawe seperti PT. Pupuk Iskandar Muda dan PT. ARUN. Mendengar kabar ini, cita-cita untuk kuliah kelihatannya akan segera terwujud.
Berikutnya : “Kuliah dan bekerja di pulau seberang”
oleh Asnawi Abdullah, London
Suatu ketika, secara tidak sengaja aku bertemu panitia pendaftaran SMA 1 Lhokseumawe yang bertugas di Loket 5 waktu pendaftaran minggu sebelumnya. Secara spontan aku berterima kasih kepadanya. Waduh, ternyata dia betul-betul membantu aku! Berarti dia tahu aku sebenarnya tidak bisa sekolah di SMA ini karena berbeda Rayon.
Aku bertanya-tanya, kenapa dia mengambil resiko dengan menerimaku? Dia melihat bahwa aku ini anak yang rajin, insya Allah, suatu hari dapat membanggakan SMA ini, begitu kira-kira penjelasannya.
Penjelasan dia, mempunyai daya dorong yang begitu tinggi dan aku harus lebih lebih rajin belajar lagi dan harus membalas kebaikan dia dengan mewujudkan harapannya. Kamipun merasa akrab dan aku tidak merasa sungkan untuk mengungkapkan permasalahan aku mengenai bagaimana cara meyakinkan orang tua dan mengenai permasalahan bea sekolah nantinya kalau aku jadi sekolah. Hal ini perlu saya beri tahukan ke dia, apabila minggu berikutnya aku tidak nongol di SMA ini untuk pendaftaran ulang, setidaknya dia tahu alasannya kenapa.
Alhamdulillah, dia mendengar dengan baik dan memberikan jalan keluar. Dia berjanji memperkenalkan aku dengan seseorang, yang kebetulan membutuhkan orang untuk mengajar mengaji anaknya. Kedua, tambahnya, dalam tradisi di SMA Negeri I Lhokseumawe, setiap juara satu biasanya mendapatkan beasiswa. Dua informasi ini, cukup membuat aku merasa yakin, aku akan bisa sekolah.
Sampai di rumah, orang tuaku sedang menerima tamu : tamu jauh, dari Lhokseumawe. Dari mana, tanya orang tuaku, "Dari Lhoksumawe, dan saya lulus dan diterima di SMA 1 Lhokseumawe, " jawabku. Tamu tersebut, secara spontan bilang, "Selamat ya, kan susah masuk di SMA 1. Sekarang, begini saja", katanya, "Kamu tinggal dirumah saya saja, sambil bantu-bantu apalah di rumah. Apa mau?” "Mau, mau, mau sekali", jawab aku tanpa pikir panjang.
Alhamdulillah, Ya, Allah, ini caranya Engkau memberikan kemudahan bagi hambamu ini? Aku bersyukur kepada-Mu. "Ya, saya mau”, jawab aku lagi. Yang penting saya bisa sekolah! Orang tua aku tidak bisa berkata banyak, pada waktu itu. Akhirnya ijab kabul serah terima anak berlangsung: sebuah tradisi orang di kampungku.
Tekat aku untuk juara semakin kuat, terutama didorong agar beasiswa. Aku sekolah sambil ngajar ngaji, mengajar privat anak-anak keturunan Cina untuk menutupi bea hidup di Lhokseumawe, terutama setelah pindah dari rumah saudaraku itu. Aku terpaksa harus pindah, karena saat itu aku mulai suka, naksir, sama anaknya. Dia begitu cantik, dan dia juga senang dan suka sama aku. Nah, hal ini aku tidak bisa biarkan, karena akan menganggu rencana dan cita-cita awal aku. Aku yakin, ini tidak baik buat dia dan buatku. Akhirnya, aku putuskan, aku pindah agar prestasi aku tetap baik. Alhamdulillah, aku bisa juara terus dan beasiswa Rp 50.000 per bulan bisa aku terima terus. Setelah tiga tahun, akhirnya, aku lulus dari SMA tersebut dengan nilai terbaik.
Masih begitu jelas aku ingat, begitu aku diumumkan lulus, orang pertama yang aku temui adalah Bapak yang bertugas di Loket 5 waktu pendaftaran masuk SMA tiga tahun yang lalu. Karena bantuannyalah aku bisa sekolah di SMA Negeri I Lhokseumawe. Aku datang ingin mengucapkan terimakasih banyak. Dia bangga, karena harapan dia bisa terwujud.
Malam harinya, aku pergi ke rumah wali kelas. Aku mau mengucapkan terimakasih banyak atas semua bantuannya selama ini. Dalam kesempatan itu, ibu wali kelasku menanyakan rencana aku selanjutnya, “Apa mau kuliah?” tanyanya. “Ada rencana, namun belum tahu bagaimana caranya. Orang tuaku tidak punya cukup duit,” keluhku. Dia memberitahukan, ada caranya. Menurutnya, tahun itu dibuka kembali USMU, sejenis PMDK tahun-tahun sebelumnya, undangan ke beberapa universitas. Kalau aku lulus di universitas terbaik, seperti UI, ITB, IPB, UGM, dia bisa membantu mencari beasiswa beberapa perusahan besar di Lhokseumawe seperti PT. Pupuk Iskandar Muda dan PT. ARUN. Mendengar kabar ini, cita-cita untuk kuliah kelihatannya akan segera terwujud.
Berikutnya : “Kuliah dan bekerja di pulau seberang”
Selamat yah perjuanganmu nggak sia-sia
Posted by Susi-Nasywa-Syamil | 9:09 am
mudah2an anak saya mempunyai semangat,kemauan dan kemampuan seperti saudara..amin
Posted by dian | 1:54 pm